“Cerita tentang kesenangan selalu tidak menarik. Itu bukan cerita tentang manusia dan kehidupannya , tapi tentang surga, dan jelas tidak terjadi di atas bumi kita ini".”
(gatau quotesnya ngingetin aku sama A Series of Unfortunate Events gitu jadinya)
quotesnya aja udah mengundang banget yakan
Sejak hari pertama liburan sekolah, Bapak udah girang banget. "Ayo Dini, kamu harus baca buku-buku Pram, itu keren banget lho. Wah, gimana kalo sebelum masuk SMA kamu udah nyelesain Tetralogi Pulau Buru."
Terus aku pura-pura ga mau gitu soalnya gengsi HAHA-_- tapi akhirnya aku baca juga daripada kalah sebelum berperang yakan.
Aku baca (tentu sebelumnya aku foto dulu sama bukunya hehehe), terus aku selesai baca. Jrenggg.
Ceritanya berlatar belakang di Indonesia jaman penjajahan Belanda. Si Minke ini, seorang siswa HBS (SMA) pribumi yang misterius banget. Minke bukan nama pribumi, terus ga diceritakan asal-usul dia bisa ngekos dan sekolah dan dianggap nyaris setara sama para Belanda di HBS itu, tentu dia bukan anak sembarangan. Dia juga sangat berpendidikan dan berpikiran luas.
Hidupnya baik-baik aja, sampai temen Belandanya, Robert Suurhof, ngajak dia ke Wonokromo untuk main sama temennya. Sekalian menantang Minke untuk menaklukkan cewek Indo yang cantik, Annelies Mellema, adiknya temen Robert.
yang namanya juga robert. tapi robert mellema. ribet deh. jangan sampe monolog gajelas ini menghalangi kalian dari baca buku ini.
Bagaikan cerita cinta jijay lainnyatwilight ohok twilight, Minke dan Annelies pun jatuh cinta. Tapi ga sesederhana itu. Perlahan-lahan Minke menyingkap misteri Nyai Ontosoroh, ibunya Annelies, yang lebih misterius lagi. Katanya dia cuma gundik pribumi yang nggak sekolah, tapi kenapa dia sangat sopan dan terpelajar? Sikapnya sangat Eropa. Justru dia yang memimpin perusahaan majikannya, hal yang gak biasa banget buat wanita pada zaman itu, apalagi wanita pribumi, lebih lagi wanita pribumi yang cuma gundik.
Minke jadi dilema, apakah dia mesti mengikuti anggapan masyarakat yang memandang rendah gundik, atau ikut kata hatinya?
Kejadian demi kejadian pun dilaluinya dan ia kehilangan respek kepada orang Eropa. Katanya mereka berpendidikan dan bijak, jauh melebihi orang Jawa yang ndeso ini, kenapa mereka malah menindas kita dan membiarkan kita hidup dalam ketidakadilan?
Pendapatku, buku ini beda banget sama buku-buku yang pernah aku baca sebelumnya. Jalan ceritanya ga ketebak banget, sementara bukannya teriak teriak sama bukunya MAU DIBAWA KEMANA HUBUNGAN KITAAA aku malah nurut aja dan baca dengan anteng. Sama sekali ngga kayak genre young adult yang biasa kubaca. Aku ga bisa menilai jalan ceritanya kayak gimana, tapi menurutku itu cukup bagus dan aku suka banget.
Tokoh favoritku Nyai Ontosoroh. Dari kecil hidupnya udah keras banget, dijual sama ayahnnya demi mendapatkan jabatan dan akhirnya dia bisa mempertahankan perusahaan majikannya yang nyaris hancur. Belum lagi menghadapi fitnah dari masyarakat tentang dirinya dan orang-orang yang ngeremehin dia. Kuat, tapi sayangnya penuh dendam. Seumur hidupnya, yang dia tahu hanyalah bertahan dan melawan. Have you ever love a fictional character so much you want to cry
Annelies digambarkan cantik banget, memiliki kecantikan surgawi atau gimana gitu deh pokoknya. Dia juga pinter membantu ibunya mengatur perusahaan. Tapi kebalikan dari ibunya, dia kekanak-kanakan, manja, dan rapuh banget. Hampir mirip Bella Swan. Entah kenapa kok aku sebel banget ya sama Annelies, kayaknya dia cuma digambarkan sebagai 'cantik doang'. Oke dia bisa ngatur perusahaan tapi sifat itu kayak cuma ditambah-tambahin supaya Annelies ga kelihatan lemah-lemah amat.
Mungkin itu memang cuma buat ngebantu plot cerita? Karena Annelies terbayang-bayangi ibunya dari kecil, jadinya dia kayak gitu. Mungkin biar seimbang kali ya kayak yin yang gitu, ada yang kuat dan ada yang lemah. Tapi tetep aja aku sebel-_-
Aku juga suka gimana Mas Pram menonjolkan kekurangan dan kelebihan dari kedua pihak. Sisi Jawa memang budayanya kaya, tapi feodalismenya nggak nahan banget. Sisi Barat itu bagaikan gudang ilmu pengetahuan, jauh lebih bebas dan berpikiran luas, juga sangat 'modern'--kata yang pada masa itu sering diusung-usung para orang barat. Tapi ya mereka menjajah kita seenaknya, ga perlu kusebutin lebih jauh lagi. Kalo dilihat lagi, jaman dulu itu sisi Indonesia bersifat kedaerahan banget. Jangankan bersatu se-Indonesia, suku Jawa aja masih berkasta-kasta gitu ribet bersatunya.
(edit: sekarang aku lagi baca buku ke2nya, Anak Semua Bangsa, dan di buku ini Minke pun belajar melihat Jawa dengan pandangan yang lebih luas lagi, nggak menutup mata dan mulai berusaha ngebantu mereka. Tapi aku belum selesai baca siih ditunggu aja ya xD)
Dan ngaku aja kan, kita semua penasaran sama buku ini karena pernah dilarang. Orang yang bikin buku bagus terus dilarang itu keren banget, kayak intellectual badass gitu. Dan setelah aku baca, kayaknya nggak ada unsur komunis gitu di dalam bukunya. Kata Bapak, mungkin karena Om Pram-nya udah dituduh sebagai PKI, ga peduli apa isinya ya dilarang aja.
Mungkin juga buku ini dilarang karena sikap Minke yang terkesan anti Jawa, lebih seneng sama ilmu pengetahuan dan kebebasan gaya Barat, membuat bukunya dicap nggak nasionalis. Aku jadi ikutan sedih sebagai pencinta buku karena buku sebagus ini pernah dilarang. Lebih ke kecewa sih. Terus jadi marah. Kenapa sih buku doang dilarang, padahal kan cuma buku. Kata Bapak lagi, tulisan punya kekuatan untuk menggerakkan orang lain, takutnya nanti orang-orang pada berontak. Yah, paling nggak orang dulu nggak meremehkan kekuatan pikiran. mhehehe =))
Jangan menilai buku dari sampulnya, kata pepatah jaman baheula. Nyai Ontosoroh, meskipun cuma gundik yang gak sekolah, dia sopan, baik, terpelajar, dan punya semangat juang. Om Pram, meskipun dicap sebagai PKI (belum tentu juga dia terlibat di G30S), bukunya keren banget. Kandidat Nobel Sastra booo. Dan buku ini, meskipun sampulnya polos banget dalemnya bagus.
a.n.: Oiya kemaren aku ke Plangi terus ada acara Rantau 1 Muara gituu akhirnya aku beli bukunya dan dapet tandatangan :DDD reviewnya akan segera terbit yaaa
Semoga bermanfaat ^^
*menggelinding keluar*
Read More
(gatau quotesnya ngingetin aku sama A Series of Unfortunate Events gitu jadinya)
Sejak hari pertama liburan sekolah, Bapak udah girang banget. "Ayo Dini, kamu harus baca buku-buku Pram, itu keren banget lho. Wah, gimana kalo sebelum masuk SMA kamu udah nyelesain Tetralogi Pulau Buru."
yay books selfie |
Aku baca (tentu sebelumnya aku foto dulu sama bukunya hehehe), terus aku selesai baca. Jrenggg.
Ceritanya berlatar belakang di Indonesia jaman penjajahan Belanda. Si Minke ini, seorang siswa HBS (SMA) pribumi yang misterius banget. Minke bukan nama pribumi, terus ga diceritakan asal-usul dia bisa ngekos dan sekolah dan dianggap nyaris setara sama para Belanda di HBS itu, tentu dia bukan anak sembarangan. Dia juga sangat berpendidikan dan berpikiran luas.
Hidupnya baik-baik aja, sampai temen Belandanya, Robert Suurhof, ngajak dia ke Wonokromo untuk main sama temennya. Sekalian menantang Minke untuk menaklukkan cewek Indo yang cantik, Annelies Mellema, adiknya temen Robert.
Bagaikan cerita cinta jijay lainnya
Minke jadi dilema, apakah dia mesti mengikuti anggapan masyarakat yang memandang rendah gundik, atau ikut kata hatinya?
Kejadian demi kejadian pun dilaluinya dan ia kehilangan respek kepada orang Eropa. Katanya mereka berpendidikan dan bijak, jauh melebihi orang Jawa yang ndeso ini, kenapa mereka malah menindas kita dan membiarkan kita hidup dalam ketidakadilan?
Pendapatku, buku ini beda banget sama buku-buku yang pernah aku baca sebelumnya. Jalan ceritanya ga ketebak banget, sementara bukannya teriak teriak sama bukunya MAU DIBAWA KEMANA HUBUNGAN KITAAA aku malah nurut aja dan baca dengan anteng. Sama sekali ngga kayak genre young adult yang biasa kubaca. Aku ga bisa menilai jalan ceritanya kayak gimana, tapi menurutku itu cukup bagus dan aku suka banget.
Tokoh favoritku Nyai Ontosoroh. Dari kecil hidupnya udah keras banget, dijual sama ayahnnya demi mendapatkan jabatan dan akhirnya dia bisa mempertahankan perusahaan majikannya yang nyaris hancur. Belum lagi menghadapi fitnah dari masyarakat tentang dirinya dan orang-orang yang ngeremehin dia. Kuat, tapi sayangnya penuh dendam. Seumur hidupnya, yang dia tahu hanyalah bertahan dan melawan. Have you ever love a fictional character so much you want to cry
Annelies digambarkan cantik banget, memiliki kecantikan surgawi atau gimana gitu deh pokoknya. Dia juga pinter membantu ibunya mengatur perusahaan. Tapi kebalikan dari ibunya, dia kekanak-kanakan, manja, dan rapuh banget. Hampir mirip Bella Swan. Entah kenapa kok aku sebel banget ya sama Annelies, kayaknya dia cuma digambarkan sebagai 'cantik doang'. Oke dia bisa ngatur perusahaan tapi sifat itu kayak cuma ditambah-tambahin supaya Annelies ga kelihatan lemah-lemah amat.
Mungkin itu memang cuma buat ngebantu plot cerita? Karena Annelies terbayang-bayangi ibunya dari kecil, jadinya dia kayak gitu. Mungkin biar seimbang kali ya kayak yin yang gitu, ada yang kuat dan ada yang lemah. Tapi tetep aja aku sebel-_-
Aku juga suka gimana Mas Pram menonjolkan kekurangan dan kelebihan dari kedua pihak. Sisi Jawa memang budayanya kaya, tapi feodalismenya nggak nahan banget. Sisi Barat itu bagaikan gudang ilmu pengetahuan, jauh lebih bebas dan berpikiran luas, juga sangat 'modern'--kata yang pada masa itu sering diusung-usung para orang barat. Tapi ya mereka menjajah kita seenaknya, ga perlu kusebutin lebih jauh lagi. Kalo dilihat lagi, jaman dulu itu sisi Indonesia bersifat kedaerahan banget. Jangankan bersatu se-Indonesia, suku Jawa aja masih berkasta-kasta gitu ribet bersatunya.
(edit: sekarang aku lagi baca buku ke2nya, Anak Semua Bangsa, dan di buku ini Minke pun belajar melihat Jawa dengan pandangan yang lebih luas lagi, nggak menutup mata dan mulai berusaha ngebantu mereka. Tapi aku belum selesai baca siih ditunggu aja ya xD)
Dan ngaku aja kan, kita semua penasaran sama buku ini karena pernah dilarang. Orang yang bikin buku bagus terus dilarang itu keren banget, kayak intellectual badass gitu. Dan setelah aku baca, kayaknya nggak ada unsur komunis gitu di dalam bukunya. Kata Bapak, mungkin karena Om Pram-nya udah dituduh sebagai PKI, ga peduli apa isinya ya dilarang aja.
Mungkin juga buku ini dilarang karena sikap Minke yang terkesan anti Jawa, lebih seneng sama ilmu pengetahuan dan kebebasan gaya Barat, membuat bukunya dicap nggak nasionalis. Aku jadi ikutan sedih sebagai pencinta buku karena buku sebagus ini pernah dilarang. Lebih ke kecewa sih. Terus jadi marah. Kenapa sih buku doang dilarang, padahal kan cuma buku. Kata Bapak lagi, tulisan punya kekuatan untuk menggerakkan orang lain, takutnya nanti orang-orang pada berontak. Yah, paling nggak orang dulu nggak meremehkan kekuatan pikiran. mhehehe =))
Jangan menilai buku dari sampulnya, kata pepatah jaman baheula. Nyai Ontosoroh, meskipun cuma gundik yang gak sekolah, dia sopan, baik, terpelajar, dan punya semangat juang. Om Pram, meskipun dicap sebagai PKI (belum tentu juga dia terlibat di G30S), bukunya keren banget. Kandidat Nobel Sastra booo. Dan buku ini, meskipun sampulnya polos banget dalemnya bagus.
a.n.: Oiya kemaren aku ke Plangi terus ada acara Rantau 1 Muara gituu akhirnya aku beli bukunya dan dapet tandatangan :DDD reviewnya akan segera terbit yaaa
Semoga bermanfaat ^^
awwwwwwwww |
*menggelinding keluar*